Saya memiliki pengalaman horor saat mancing di Sungai Brantas. Itu merupakan sungai terpanjang nomor 2 di Jawa Timur, mengalir melalui Batu, Malang, Blitar, Kediri, dan Mojokerto. Umumnya, saat memancing di sungai ini adalah malam hari, sebab ikan seperti patin liar (jendil) aktif saat malam.
Jika kalian tahu, umpan mancing malam hari yang paling umum untuk menangkap patin liar adalah ayam mati kemarin (tiren) dan usus bacem (usus yang sudah membusuk). Kedua umpan itu memiliki aroma yang benar-benar menyengat, kalian harus segera mencuci tangan saat itu juga setelah memegang umpan jika tidak ingin aroma itu melekat satu minggu.
Kejadian Pengalaman Horor Saat Mancing di Sungai Brantas
Awal berangkat sekitar pukul 8 malam, itu sebenarnya masih terlalu sore untuk berangkat mancing. Namun kami berdua tetap kukuh lantaran ada beberapa spot yang ingin dituju. Spot pertama berada di perbatasan Blitar – Tulungagung, tepatnya di Desa Gandekan.
Sekira pukul 10 malam dan belum ada sambaran ikan sama sekali, kami memutuskan pindah ke Ngantru, Sungai Brantas yang mengarah ke Kediri. Namun sebelum itu, kami mampir di toko pancing sekitar Jembatan Ngujang untuk membeli peralatan pancing setelah melihat review bagus di ulasanesia.
Lanjut lagi, hampir pukul 11 malam baru sampai spot kedua. Kami segera merangkai pancing dan melempar ke tempat potensial. Teman saya tampaknya sudah mengantuk, ia menyiapkan matras sebagai tempatnya tidur.
Leg krungu suara-suara ojo digape (kalau dengar suara-suara jangan dipedulikan ;red), kata teman saya sebelum benar-benar tidur. Tidak menunggu lama, alih-alih ada sambaran ikan, yang muncul adalah suara-suara itu.
Pertama suara perempuan tertawa yang entah berasal dari mana. Kalian dapat membayangkan suasana sungai yang gelap gulita dan benar-benar hitam (tidak ada penerangan sama sekali) di pinggir sungai. Mustahil hampir tengah malam ada perempuan yang masih beraktivitas, apalagi sambil tertawa-tawa.
Kowe krungu? (kamu dengar? ;red), tanya teman saya yang ternyata belum benar-benar tidur. Krungu (dengar), jawab saya singkat.
Pengalaman Horor Saat Mancing Langsung Pilih Pulang
Sekadar suara bukan alasan untuk pulang. Sekitar pukul setengah 1 dini hari ada suara lain, seperti orang berjalan di belakang kami. Mendengar suara itu, kami tetap mengabaikan dan berharap ada suara dari lonceng yang berada di ujung pancing.
Ujung pancing kami pasang lonceng dan starlight (lampu neon kecil) sebagai indikator pancing dimakan ikan. Sebagai informasi, kami memancing menggunakan teknik dasaran, jadi tanpa pelampung.
Hobi memancing ini taruhannya nyawa, pikir saya. Suasana gelap, dingin, dan hitam di pinggir sungai sebenarnya cukup menenangkan, namun di sisi lain juga menyeramkan. Satu-satunya penerangan adalah headlamp yang bisa kita nyalakan saat memasang umpan saja.
Selain itu, headlamp harus dalam keadaan mati agar ikan mau makan. Di kalangan pemancing malam, jika menyalakan lampu sangat terang membuat ikan tidak mau makan. Oleh sebab itulah para pemancing akan berdiam pada gelap yang benar-benar.
Melihat Sosok yang Tidak Mengenakkan
Pukul setengah 2 tanpa ada sambaran, saya berniat untuk mengecek umpan. Menyalakan headlamp, dan menemukan sosok pocong berdiri di atas sungai dan terbawa arus. Saya buru-buru membangunkan teman, melihat hal serupa saat itu juga.
Saya tidak peduli bagaimana pikirannya saat itu, baru bangun pertama kali yang dilihat bukan putri cantik nan jelita, namun itu adalah sosok makhluk halus pocong yang berdiri di atas air sungai. Sosok itu seolah-olah terbawa arus sampai ke hilir nun jauh di sana.
Kami berdua masih membeku, tanpa berkata apa-apa saya langsung mengambil pancing dan mengemasi untuk pulang. Teman saya nyeletuk tanpa dosa, ojo muleh biasane leg enek demit iwak e penak mangan (jangan pulang biasanya kalau ada hantu ikannya mudah makan ;red).
Aku tak tuku iwak ndek pasar ae gok dlogok (saya beli ikan di pasar saja gok dlogok), jawab saya singkat.
Lha aku piye? (terus saya gimana?).
Sesok isuk tak susul (besok pagi saya jemput).
Setelah itu, teman saya ikut mengemasi pancing, tidak ingin saya tinggal pulang duluan. Saya sedikit ngeri, bagaimana sosok pocong bisa berdiri dan terbawa arus seperti itu. Kami pulang tidak bawa ikan, tetapi mendapat cerita pengalaman horor saat mancing.